Tuesday, September 11, 2007

teman-teman... jangan ketawa ya bacanya...
mwuahahahaha jijai bajaj deh nih, hasil nulis buat kelas penpop (penulisan populer dulu) yiuk mari....

Teresa

079909028X

Rabu jam satu siang

KALAU AKU JATUH CINTA

Dari mana datangnya lintah?

Dari sawah turun ke kali,

Dari mana datangnya cinta?

Dari mata turun ke hati…

Apakah yang menyebabkan seseorang jatuh cinta pada pasangannya? Dari lirik lagu di atas, mungkin “dari mata turun ke hati”. Hm, ada benarnya juga. Sebab kecenderungan yang ada bila kita baru pertama kali bertemu dengan seseorang yang membuat kita tertarik padanya adalah hanya dari penampilannya. Yang dapat kita lakukan adalah hanya menduga seperti apa karakter orang tersebut dari penampilannya tersebut. Tidak mungkin dalam satu kali pertemuan kita dapat mengenal pribadi seseorang. Lama-kelamaan setelah kita mengenal orang tersebut lebih jauh lagi barulah kita dapat mengenal karakternya yang sebenarnya. Seperti pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang.

Lho, berarti lirik yang mengatakan bahwa seseorang dapat jatuh cinta lewat pandangan pertama tidak sepenuhnya benar, dong? Buktinya tidak selalu tuh, penampilan yang menjadi takaran bagi seseorang untuk jatuh cinta. Lihat saja Pangeran Charles yang lebih memilih Camila Parker daripada Putri Diana. Bila dibandingkan secara fisik dengan Putri Diana, mungkin Camila terlihat biasa saja. Bahkan bisa dikatakan seperti langit dan bumi. Lalu apa yang membuat hati Pangeran Charles diberikan hanya kepada Camila seorang?

Hari ini cuaca sejuk, angin berulangkali bertiup lembut terasa agak sedikit dingin membelai kulitku. Sejak tadi pagi hujan terus turun. Tidak deras, hanya rintik-rintik kecil. Seperti biasa bila gerimis seperti ini, aku pasti terbawa suasana romantis yang diciptakannya. Repotnya, entah mengapa seharian ini hanya kata cinta yang terus berputar-putar di kepalaku. Bukan itu saja, sepertinya topik pembicaraanku dengan teman-teman hari ini juga hanya berputar sekitar cinta.

“Eh, Gus, dah tau belom? Si Geti jadian lho sama Christian.”

“Hah?! Yang bener, lo!” ujar Agus dengan suara cempreng yang agak melengking karena terkejut.

Itulah reaksi pertama Agus ketika mendengar gosip terbaru tentang teman sejurusan kami. “Kasian amat si Geti!” ia melanjutkan, masih dengan mulut yang setengah menganga.

Lho, kok kasian Geti, sih?” tanyaku tak mengerti.

“Ya iya lah, Tes. Masa lo ga kasian, sih?”

Memang ketika pertama kali mendengar berita tersebut aku juga amat terkejut. Hanya saja berbeda dengan Agus, aku terkejut mendengarnya karena selama ini aku tidak memperhatikan bahwa ternyata di antara mereka telah tumbuh benih-benih asmara. Rasa terkejutku adalah lebih karena merasa ketinggalan gosip terakhir yang sedang hangat beredar di antara teman-teman. Sedangkan saat ini di depanku Agus yang baru saja mendengar tentang pasangan yang baru itu bukan hanya merasa terkejut tapi juga kasihan pada Geti.

Kasian kenapa sih, Gus?”

“Geti ‘kan pinter dan ga’ jelek. Kenapa juga bisa jadiannya sama Christian yang biasa banget, udah gitu ga’ jelas pula masa depannya. Kuliah aja ga’ lulus lulus.”

“Ih, kok lo gitu sih, Gus? Itu ‘kan pilihannya Geti sendiri,” kataku membela.

“Iya juga, sih. Tapi lo pikir deh, Tes, nanti ‘kan idupnya bisa susah.”

“Maksud lo kalo dah nikah?”

“Iya! Mau makan apa coba? Emangnya makan cinta doang cukup? ‘Kan kasian Geti, bisa dibilang nanti dia yang bakal jadi tulang punggung perekonomian keluarga.”

Kemudian Agus melanjutkan dengan cerita seorang teman kantor kakaknya. Konon orang-orang di kantor kakaknya Agus tak habis pikir bagaimana seorang arsitek perempuan yang cantik bisa jatuh cinta pada kekasihnya. Adapun sang kekasih belum seberhasil teman kakaknya Agus dalam hal karier.

Udah gitu orangnya iteem banget, jelek, lagian ga’ seagama. Trus apaan dong yang bisa diharepin dari si cowok, Tes? Kasian banget ceweknya, ‘kan?”

“Tapi, Gus, emangnya kenapa? Menurut gue asalkan si cewek tau dan siap ngejalanin segala konsekuensi yang bakal terjadi dari hubungan mereka, kenapa engga’?” kataku sedikit keras kepala.

Lalu, pembicaraanku dengan Agus terpotong begitu saja karena Agus harus segera menyelesaikan tutorial-nya padaku jika ia tidak ingin terlambat masuk kelas. Tak lama kemudian aku bertemu dengan Adah yang baru saja datang. Dengan lancarnya ia segera bercerita tentang yang dilihatnya malam minggu kemarin ketika pergi nonton dengan kekasihnya.

Ketika mereka sedang mengantri karcis, pasangan yang mengantri di depan mereka amat menarik perhatian. Menurut Adah sang laki-laki terlihat berumur sekitar tiga puluh tahunan. Namun, yang aneh dari penampilannya adalah gaya berpakaiannya yang gaya punk, yang seharusnya digunakan oleh anak-anak seumur SMU. Bila dibandingkan dengan kekasihnya yang bergaya rapi seperti layaknya wanita karier, maka penampilan mereka berdua amat tidak serasi. Itulah yang membuat pasangan tersebut menarik perhatian Adah.

Bukan hanya gaya berpakaian pasangan itu saja yang berbeda tapi dari segi fisik mereka juga berbeda. Karena hanya melihat dari belakang saja maka Adah tidak dapat menggambarkan wajah mereka. Akan tetapi, yang amat jelas terlihat dari belakang adalah sang laki-laki terlihat jauh lebih pendek dari kekasihnya. “Terus tau ga’, Tes, si cowok tuh maksa banget! Masa dia maksa ngerangkul ceweknya di pundak, sementara dia ‘kan jauh lebih pendek dari ceweknya. Paling sedagunya tuh cewek. Jadinya ‘kan dia agak-agak jinjit gitu. Gue sih ngeliatnya jadi kasian banget sama tuh cowok.”

Wuaduh, ribet sekali sepertinya berusaha menemukan apa yang menyebabkan seseorang bisa jatuh cinta pada pasangannya. Yang pasti kalau aku jatuh cinta aku akan jatuh cinta pada jiwa pasanganku. Aku tak dapat memungkiri bahwa sedikit banyak penampilan memang berpengaruh di dalam sebuah hubungan.

Namun, sekalipun aku memiliki kekasih yang ganteeenng banget, untuk lebih mencintainya lagi aku akan memejamkan mata. Kemudian membayangkan seandainya ia tidak seganteng ini akankah aku tetap mencintainya? Bagaimana jika tiba-tiba ia kecelakaan dan wujudnya sudah tidak seperti sekarang lagi, akankah aku tetap menyayanginya? Apa yang akan terjadi seandainya ia jatuh miskin, tetapkah aku bersamanya?

Bagiku jiwa adalah yang terpenting karena jiwa adalah satu-satunya yang abadi dari seorang manusia. Kekayaan dan kegantengan, semuanya itu tidak abadi. Dalam sekejap saja jika Tuhan menghendaki semuanya bisa lenyap. Itulah idealismeku. Aku menyebutnya idealisme Tessa.

Hanya saja ada kata-kata Agus sebelum ia pergi tadi yang terus terngiang di telingaku, “Boleh aja sih, cewek-cewek itu mengganggap keserasian penampilan dengan pasangan mereka ga’ terlalu penting, tapi gimana nanti mereka idup? Emang makan cinta aja cukup?” Lalu, sebenarnya apa sih, yang dibutuhkan bagi seseorang untuk jatuh cinta?

3 comments:

Anonymous said...

Have u ever heard about Triangle of Love...
that's what everyone need to fall in love and build a family.
God is the head of the Family.
Husband is the leader -kepala imam.
Wife hmmm pls read Proverbs 31.

When one finds a worthy wife, her value is far beyond pearls.
Her husband, entrusting his heart to her, has an unfailing prize.
She brings him good, and not evil, all the days of her life.
-- Proverbs 31:10-12

Charm is deceptive and beauty fleeting; the woman who fears the Lord is to be praised.
-- Proverbs 31:30

tess said...

Just what i needed...
Another preacher while all i wanted was just to have a little fun lol
Come on, can we just have a break not to always relate every single little thing to religion, it's intoxicating for gudness sake!

try to read this
http://www.the-outcasts.com/forum/viewtopic.php?t=4832&highlight=leave+god+relationship

Anonymous said...

Tes,
I was laughing outloud reading this one. Hahahahahaah
But that is true Tes. Emang bisa idup dengan cinta doang?
Well, after six long years since that, what do you think now?